Kareshi No Tame No
Rakuen
Rinai
rindu yang mengusikku sejak dua hari yang lalu membuatku mengingat memoar itu, aku
terdiam beberapa saat hingga rasa ini benar-benar merindu, bersanding
kegamangan yang juga mengusikku, aku berusaha menghapus nanar dalam pikiranku,
menghapusnya hingga kini hanyalah rindu yang menghiasi relungku.
***
Aku
tahu tentang kebencian itu, aku mengerti akan kemarahanmu, mungkin hina ini
adalah bayanganku dihadapanmu, mengikis rasa yang dulu begitu besar untukku,
melukis noktah dalam sucinya hatimu, namun aku masih sangat berharap bahwa
semua itu hanyalah jelmaan kesalahpahamanmu.
Jalinan
kasih yang kita ukir bersama, mengisyaratkan pertalian yang seharusnya mampu
mengikat rasa ini lebih erat. Indahnya kisah kita dulu tak akan mungkin enyah
begitu saja dari ingatanku, berpayung langit biru serta ditemani sakura yang
mulai menguning dan memerah kita berpagut
dalam kebahagiaan, mengalunkan cinta di tempat penuh pesona, tempat yang
menjadi saksi indahnya kisah kita, tempat terindah yang bernama Kyushu.
***
“kamu lagi mikirin apa Sat?” suara
itu tiba-tiba membuyarkan lamunanku.
Aku
bergegas pergi tanpa mempedulikannya.
“Satria, jawab pertanyaanku!”
ucapnya lagi sembari menarik lenganku.
Sekali
lagi aku hanya berlalu tanpa memberi jawaban sedikitpun kepadanya.
Aku
bergegas menuju gudang, kuambil sebuah kardus besar yang begitu lusuh, kubuka
perlahan hingga kini aku benar-benar mengingat kejadian itu, kuambil sebuah
album untuk kemudian bergegas menuju ruang kerja, aku duduk tepat di depan meja
kerjaku, menyaksikan album kusam yang sejak dua bulan lalu di gudang. Kuusap
perlahan album itu hingga kini terlihat jelas lukisan bunga sakura indah
membingkai fotoku dan fotonya, perlahan kubuka album tersebut, senyuman manisnya
menyapaku tatkala itu.
Aku
benar-benar merindu, air matapun mengerti akan kerinduanku hingga butirnya
jatuh membasahi pipiku, kubuka lembar demi lembar hingga ingatanku
memproyeksikan masa-masa indahku bersamanya di Kyushu.
Bruakkk
Sesuatu
terjatuh hingga suaranya mengejutkanku, aku bergegas menghampiri sumber suara
itu, ternyata suara itu datang dari dalam dapur, ruangan yang letaknya tidak
begitu jauh dari gudang.
“apa yang kamu lakukan?!” ucapku
kepada seorang wanita yang tengah duduk di depan lemari perkakas dapur sembari
menggenggam pisau.
“apa pedulimu! Jemput saja wanitamu
itu!” tuturnya.
“kamu istriku!” sahutku.
“baru sekarang kamu bilang aku
istrimu! Kemana saja kau selama ini! Kamu anggap apa aku ini! Kita menikah tapi
tidak pernah satu ranjang, kamu melarangku untuk memanggilmu sayang! Sudahlah
Sat, kamu pergi saja dan jemput wanitamu itu!” jawabnya sembari mengacungkan
pisau kearahku.
“baiklah, aku akan pergi!” jawabku
singkat sembari berlalu meninggalkannya.
Terdengar
suara pisau yang terlempar ke lantai
“syukurlah dia tidak bunuh diri”
batinku sembari meliriknya.
***
Dia
Karin, wanita yang kunikahi satu setengah bulan lalu karena keterpaksaan, dia
wanita yang baru aku kenal dihari itu, dia mengaku hamil dan memintaku untuk
bertanggungjawab. Aku dijebak, malam itu aku benar-benar tak sadarkan diri dan
ketika terbangun dialah yang ada disampingku, dan sejak kejadian itu aku tidak
pernah bertemu lagi dengan Maya, wanita yang kurindu selama ini. Mungkin dia
tahu tentang peristiwa itu sehingga dia pergi meninggalkanku tanpa memberi
sedikitpun celah kepadaku untuk menjelaskan semuanya.
***
Selaras
senja yang mulai menyapa, sebening embun yang menghias dedaunan dan seramah
mentari yang tersenyum begitu anggun, aku melangkah menjemput rinduku, bersama
hati yang begitu merindu aku bergegas menuju bandara untuk kemudian pergi
menjemput kekasihku di Kyushu.
Aku
dan Maya sudah menjalin hubungan selama satu tahun, kami berdua sama-sama
pecinta Jepang, disaat ulang tahunnya yang ke dua puluh tiga, aku mengajaknya
untuk pergi ke salah satu pulau terbesar di Jepang, dan pilihanku jatuh ke
Pulau Kyushu, itulah surga yang kupersembahkan untuknya, Kareshi No Tame No Rakuen. Disanalah kenangan terakhirku bersama
Maya, berjuta cerita bertaburan disana.
Aku
mengajaknya ke Fukuoka, kota surganya makanan, surga bagi orang-orang yang
berhobi belanja. Menjelajah sejarah Jepang di Kumamoto Castle dan Kuil Dazaifu
Tenmangu. Bersenang-senang di festival Hakata Yamakasa, hingga kami berjanji
untuk setia sampai maut memisahkan kami dihadapan matahari terbenam di pantai
Kujuku. Meskipun kami belum menikmati indahnya sakura yang berguguran saat itu
namun rencananya dua puluh tiga September ini kami akan pergi ke Kyushu lagi
untuk menyaksikan indahnya Aki no yuu hi ni di pantai
Kujuku serta menikmati kouyou atau daun yang memerah dan menguning hingga sakura
berguguran menghujani ranah Jepang. Tetapi semua itu pupus sejak
kejadian di malam itu. Aku masih bingung mengapa semua berlalu begitu cepat,
kenangan manis itu terkikis oleh satu malam yang benar-benar membuatku
terenyuh.
***
Seindah
sakura yang menghujani ranah Jepang di musim gugur, aku sok piawai mengalunkan
gita dihadapanmu, menjadi penghibur dikala lara menghampirimu, melukis senyum
tatkala sendu mendekapmu.
Namun,
kini aku bermukim dalam lakon yang tak beralur, menyaksikan kehancuran diriku
sendiri, merasakan getirnya rasa yang membayangiku, hingga aku hanya seperti
mayat hidup yang beristri tapi tak merasakan sedikitpun akan hal itu.
***
Hari
ini aku benar-benar bahagia, rinduku akan terobati, aku akan bertemu dengan
Maya, melihat senyumnya yang manis, parasnya yang cantik, tuturnya yang lemah
lembut dengan rambut indah yang terurai sempurna.
Hari
ini aku tiba di Kyushu, ingatanku semakin jelas memproyeksikan kejadian dua
bulan lalu. Perlahan langkahku menapaki setiap detail jalan disana. Musim gugur
masih menjadi primadona saat itu, bunga sakura yang menghiasi sepanjang jalan
membuatku semakin merindu, rinai ini semakin deras menghanyutkanku, aku terdiam
dan langkahku terhenti tatkala aku melihat sepasang kekasih bergurau mesra
dipuncak kebahagiaan mereka. Hatiku semakin meronta, senyuman sempat menghiasi
rautku namun kemudian butiran itu jatuh membasahi pipiku.
Inilah
Kareshi No Tame No Rakuen!
Aku
kembali melanjutkan langkahku, menyambangi rumah sederhana yang kami sewa dua
bulan lalu. Disana aku bertemu pemandu asal Indonesia yang setia menceritakan
seisi Kyushu kepada kami, namanya pak Rizky, dia sengaja kami sewa hanya untuk
memandu kami berdua oleh karena itu kami begitu akrab.
“masih ingat saya pak?” tanyaku
basa-basi sembari melontar senyum kepadanya.
“emmm, Satria?” jawabnya sembari
membalas senyumku.
“iya pak” sahutku dengan nada yang
lirih.
“liburan lagi? Masih betah di
Kyushu?” tanyanya dengan sentuhan canda.
“hemmmm, apa kabar pak?” tanyaku
tanpa memberi jawaban kepadanya.
Sebenarnya
aku sudah tidak sabar lagi untuk bertemu Maya dan ingin segera menanyakannya
kepada pak Rizky, namun aku harus menahan semua itu karena aku tidak ingin
beliau mengetahui masalahku, aku hanya ingin memastikan apakah Maya pernah kesini
setelah kejadian itu.
“yaaa beginilah, selalu happy, hidup
jangan dibuat beban” jawabnya.
“ah bapak bisa saja! O.iya pak, saya
boleh tanya sesuatu nggak?”
“Tanya apa? Dari nada bicaramu
sepertinya sangat penting”
“apakah Maya pernah kesini dua bulan
terakhir ini?”
“setahu bapak si nggak, terakhir
kesini ya sama kamu itu, memang ada apa Sat? kalian ada masalah?”
“O.nggak pak, nggak pa-pa, nggak ada
masalah kok, cuma ingin tahu saja” jawabku terbata.
“ya sudah pak, saya langsung pergi
saja” sahutku lagi.
Aku
berlalu meninggalkan pak Rizky yang bertatap nanar mendengar jawabanku tadi,
aku yakin beliau menangkap gelagat masalah diantara kami, aku hanya tersenyum
untuk kemudian pergi menuju tempat-tempat yang pernah kami singgahi, namun
niatku urung karena hari mulai gelap dan hari ini berakhir diperaduanku pada
rumah sewa kami dulu.
Langkahku
semakin memburu seiring dengan rindu yang semakin menggebu, tiada harmoni yang
mengubahku kecuali rindu yang berseru, meski dengan bidar kuberlayar pasti
kekacauanlah yang akan kuraih, kini cinta mulai meracuniku setelah lama
mencumbuiku, aku hanya terdiam menyikapi disparitas rasa yang melontarkan tanda
tanya, satu sisi aku begitu merindu namun disisi lain kegamangan tetap
menghantuiku.
***
Kumamoto
Castle dan Kuil Dazaifu Tenmangu telah kusinggahi, mencari jejaknya yang tak
kutemui, hingga peluh membanjiri ragaku bersama air mata yang terus menderu,
akhirnya kuputuskan untuk segera menuju tempat yang kami janjikan sebelum
petang menyapa.
Sore
ini aku menuju pantai Kojuku, menunggu hingga petang menghampiriku, menyaksikan
indahnya Aki no
yuu hi ni, merasakan sentuhan sakura yang
menggugurkan kemerahannya, bermandi sunyi tanpa kehadirannya, inilah hari
dimana seharusnya aku menghabiskan waktu bersamanya, hari yang kini justru
menjadi hampa tanpanya.
Aku duduk merangkul kedua lututku sembari menatap mentari yang
mulai menuju perindukannya.
“huft,..”
Bersama ombak yang
menghempas jemari kakiku aku berusaha menahan kerinduanku, desirnya seakan
bertanya apakah rindu masih bersemayam di hatiku.
“Sat,..?” suara
merdu menyapaku.
Aku memalingkan wajahku, perlahan dengan hati yang memburu kutatap
bias dalam pelupuknya.
“kamu!” ucapku.
Aku bangkit untuk kemudian berlalu meninggalkannya.
“Sat, maafin aku,
kamu harus tahu semua kebenarannya!”
Katanya sembari mengejarku.
“udahlah rin,
kamu tahu aku nggak suka sama kamu, apalagi cinta! Jangan ganggu aku! Akan
segera ku kirim surat cerai untukmu!” ucapku pada istriku, Karin.
“tidak bisakah
kita bicarakan dulu?”
“tidak”
“dengarkan
penjelasanku dulu”
“sudahlah”
“tapi ini tentang
Maya!”
Aku terkejut tatkala Karin menyebut nama Maya, dari mana dia tahu
namanya sedangkan yang dia tahu hanyalah foto yang masih tersimpan di dompetku,
darimana juga dia tahu aku pergi ke tempat ini sedangkan dulu kami hanya bertemu
di rumah yang kusinggahi kemarin.
“kamu tahu apa
tentang Maya? Darimana juga kamu tahu tempat ini?”
Ucapku sembari menatap lekat matanya.
“ini yang ingin
aku jelaskan padamu” sahutnya sembari meraih jemariku.
“sudahlah, apa
yang ingin kamu jelaskan? jangan banyak basa-basi” kataku melepas genggamannya.
“baiklah”
“Sat, perlu kamu
ketahui, aku dan Maya adalah sahabat, kami berteman sejak kami di Sekolah
Dasar, kami berpisah tatkala kami memutuskan untuk kuliah ditempat yang
berbeda, dan rencananya kami akan bertemu di tempat ini, tempat yang memang
menjadi impian kami sejak dulu. Mulanya dia ingin memperkenalkanmu padaku, dia
banyak bercerita tentangmu, dan mungkin dia juga sudah menceritakan tentang aku
padamu, dan sebelum malam itu terjadi, aku bertemu dengannya atas undangannya
tanpa memberitahumu, dia mengidap penyakit kanker paru-paru stadium akhir,
sebenarnya dia ingin menyatukan kita berdua dan ingin memberitahumu tentang
penyakit yang selama ini dia sembunyikan darimu, namun sebelum keinginannya itu
terwujud dia sudah harus kehilangan waktu, untuk itu dia yang merencanakan
kejadian malam itu, dia yang memasukan obat tidur keminumanmu dan dia pula yang
menyuruhku berbaring disampingmu, agar semua terkesan kamu yang telah
menghamiliku, aku tahu kamu kecewa dan sangat marah, aku juga demikian, tapi
aku begitu sayang padanya dan itulah permintaan terakhirnya padaku, aku tidak
ingin melihatnya sedih saat itu, setelah ini kamu juga bisa menceraikanku
karena malam itu kita tidak berhubungan sedikitpun. Dan ini ada surat dari Maya
sekaligus aku merekam semua pembicaraanku dengannya karena aku tahu akhirnya
akan seperti ini” ucapnya menjelaskan sembari menyodorkan surat dan tape recorder padaku.
Setelah itu dia ia juga memberikan semua kenangannya bersama Maya,
album foto mereka sejak kecil, baju-baju dan barang yang sering Maya kenakan.
Mulanya aku tidak percaya namun setelah melihat semua bukti akhirnya aku hanya
terduduk tak berdaya.
Aku terkejut, di surat yang Maya berikan padaku tertulis
“cintai Karin
seperti kamu mencintaiku, jagalah dia seperti kamu menjagaku”
Hatiku merintih, air mata begitu deras mengalir di rautku. Itulah
pesan terakhirnya, namun aku masih belum bisa menerima kenyataan ini, aku
berteriak dan meluapkan kekesalanku pada malam, satu jam lebih aku meraung tak
beraturan, meremas pasir pantai untuk kemudian aku bangkit dan menghampiri Karin, kutatap wajahnya, matanya sama seperti mata Maya, mereka
sekilas mirip, kutatap lebih lekat lagi wajahnya lalu kupeluk tubuhnya.
“maafkan aku! Aku akan menuruti
permintaan terakhirnya”
Inilah
akhir kisahku di Kyushu, surga yang kupersembahkan untuk kekasihku, kekasih
yang dulu dan sekarang, dialah kekasih dan isteriku.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar