Selasa, 02 April 2013

Dorayaki Prince


Karya: Bediar

Lezat itu relatif, banyak yang berpendapat lezat itu berasal dari aromanya, meski rasanya tak begitu meyakinkan, begitupun sebaliknya, tak sedikit pula yang menyukai rasanya tapi enggan dengan aromanya. Ah sungguh, aroma dan rasa itu bagaikan aku dan kamu yang terkadang menjadi kontroversi namun sebenarnya adalah dua sisi penyempurna dari hal itu sendiri.
***
Titik yang pernah kulalui hingga bergaris-garis tak membuatmu luluh untuk mendekapku, alur yang begitu liku hingga membuatku terperosok juga tak mampu menggoyahkanmu untuk memperhatikanku, bahkan disaat kau melihatku merangkak mengais asa ditelaga yang begitu hampapun tak membuatmu sudi membantuku. Kalau begitu adanya, biarlah kucari saja yang lain.

Jalan Anggrek 5 blok A kota Tumijajar di persimpangan gank samping pos ronda adalah tempat favoritku bersama rekan sebayaku, tempat tongkrongan yang pas untuk menghabiskan waktu bagi pemuda seperti kami yang sudah cukup lama menjomblo. Hitung-hitung cuci mata, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, yang ini beres, yang itu juga oke.

Seindah harmonika, kulantunkan kisahku dalam imajinasimu. Kurangkai nada binar dari tatapanmu. Kuukir senyum disetiap sendumu. Kudekap kelam dalam bahagiamu.
Seindah harmonika, bernyanyi meski tak bernada, bernada namun tak bersua, bersua tapi tak bernyali. Oh cinta, begitu jauh kau meracuniku, namun tak memberiku obat untuk menawarmu.
***
“Bang, bang, baaaaaaaang” jeritan itu membuyarkan lamunanku.
“ada apa neng? Nggak usah pake triak neng!” sahutku.
“gimana nggak triak, dari tadi dipanggilin kagak denger-denger, dorayaki satu, rasa cokelat, buruan nggak pake lama” tuturnya.
Aku hanya bisa menghela nafas sembari menyunggingkan senyuman kecut kearahnya.
***
Hari ini berlalu tanpa ada sesuatu yang berarti, begitupun dengan rekanku, Eman si penjual susu jahe, Ia pun tak menemukan apa yang selama ini Ia inginkan, sama sepertiku. Aku hanya ingin merasakan manisnya sebuah hubungan, hubungan yang mampu mengajarkanku arti sebuah kesetiaan. Namun nyatanya, aku selalu merasakan pahitnya sebuah hubungan, hubungan yang mengajarkanku untuk ingkar. Jujur, aku malu dengan keadaanku, aku sudah berusaha menerima, namun nyatanya aku tak bisa, karena itu aku membutuhkan sentuhan wanita yang mampu mengokohkan kepercayaan diriku. Aku berharap kisahku sama manisnya dengan kue buatanku, dorayaki.
***
Malam semakin menjemput, rembulan semakin benderang, sunyi semakin merasuk, aku dan Eman bergegas untuk pulang, membawa hasil yang tak seberapa, namun tetap kami syukuri.
Suara air yang bertitik menghujam bumi sedari tadi, menemaniku dalam keheningan sekaligus kerinduan hatiku pada seseorang yang sepatutnya aku tinggalkan, namun justru tetap aku rasakan. Nadia, gadis manis yang pernah singgah cukup lama di hatiku.
Kerinduan itu mengajakku jauh mengingat masa laluku, memproyeksikan segala apa yang pernah kami titi berdua dalam mahligai hubungan yang hampir menepi di dermaga pernikahan. Namun karena kata-katanya dua bulan lalu, membuatku berkecil nyali untuk meminangnya.
“Ryan, kalau dari awal aku tahu kamu penjual dorayaki, aku nggak mungkin mau sama kamu”
Kata-kata itu meluluhlantahkan hatiku, menghancurkan harapan yang telah membahana di relung ini. Aku hanya butuh ketulusanmu, bukan cacianmu.
***
Pagi ini mendung menghias langit, semilir menyentuh ari, embun mendekap dedaunan, menemaniku mengais rupiah ditempat togkrongan biasanya. Aku masih dengan rasa kantuk akibat semalaman tidak bisa tidur memikirkan wanita yang sangat kucintai namun kini sangat kubenci.
Kupaksakan mata ini terbuka untuk mengais rupiah. Satu jam berlalu cukup untukku mendapatkan sedikit rupiah, pasalnya pagi itu suasananya mendung, jadi banyak orang yang mencari makanan dan minuman hangat untuk menemani pagi mereka.

Benar-benar pagi yang indah untukku, seorang wanita datang menghampiriku, dengan mobil mewahnya ia sunggingkan senyuman kearahku.
“oh, inikah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?”
Sungguh cantik gadis itu, membuat mataku tak berkedip. Sentuhan lembut tangannya saat memberiku beberapa lembar uang lima ribuan membuatku serasa melayang-layang tak beraturan, menyunggingkan senyuman yang begitu lama hingga sesaat setelah dia pergi meninggalkanku, barulah senyuman itu buyar akibat ulah si Eman yang menepuk pundakku keras-keras.
***
Benar-benar jodoh, hari ini aku bertemu dengan wanita itu lagi, wanita yang kemarin menyentuh lembut jemariku. Tak akan kusia-siakan kesempatan emas ini, kutanya namanya, lalu tempat tinggalnya, tak lupa nomor telephonenya, Ah semua tentangnya, dia hanya tersenyum menatapku, sepertinya dia juga menaruh rasa yang sama sepertiku. Wanita cantik, kaya, tulus, lemah lembut, benar-benar wanita idamanku. Mungkin inilah saatnya aku melupakan Nadia, wanita yang telah mengubah manisnya sebuah hubungan menjadi pahit yang begitu lekat dalam rasa.

Hari-hariku berubah seketika, indah setiap kali kupandang hamparan ini, manis setiap kulirik senyum sang mentari, cinta kini memberiku jawaban atas kepahitan yang selama ini mengejekku. Ketulusan wanita itu, namanya Dila, memberiku nutrisi untuk mengokohkan kepercayaan diriku.
Tiga bulan aku mengenalnya, kini kami benar-benar dekat, sudah saatnya aku mengungkapkan isi hatiku, mengetahui kehidupannya yang sesungguhnya, merasuk menjelma pangeran dihatinya, meminangnya dalam rasa yang aku yakin begitu kokoh mencintainya, cinta yang begitu tulus aku tangkap dari tatapannya.
“Dil, aku sekarang kok jadi nggak suka dorayaki ya? Padahal dorayaki is my life” tanyaku basa-basi.
“kok bisa si yan, padahal kan manis banget tu dorayaki buatanmu” jawabnya serius.
            “bagiku, semanis-manisnya dorayaki buatanku, masih manisan kamu, dan sekarang bukan lagi dorayaki is my life, tapi you are my life
Senyuman merona menghiasi rautnya.
“ah, gombal kamu yan” tuturnya dengan senyuman yang begitu indah.
Kutatap lekat raut wajahnya, kupegang erat jemarinya.
“Dil, kamu benar-benar tulus suka sama aku?” tanyaku.
“kamu ngomong apaan si yan, yai iyalah aku tulus, aku suka sama kamu apa adanya” jawabnya.
 “Dil, mau nggak jadi pendamping hidupku” begitu lancar aku berucap.
“Emmmmm,..” lalu dia mengaggukkan kepalanya. Seketika aku memeluk erat tubuhnya, merasakan cinta yang sesungguhnya.
“O.iya, kamu nggak bawa mobil hari ini?” tanyaku.
“mobil? Aku nggak punya mobil” jawabnya.
Aku terkejut sembari melepas pelukannya.
“maksudmu? Tapi, kemarin-kemarin aku selalu melihatmu turun dari mobil mewah” tanyaku penasaran.
“O.iya, aku belum cerita sama kamu,.. em,, itu adalah pekerjaanku” ucapnya.
“maksudmu? Kamu joki?” tanyaku tersentak.
Lalu dia menganggukkan kepalanya. Untuk beberapa detik kemudian aku menghela nafas.
“Ah sudahlah, meski kamu joki, aku tetap cinta, karena aku benar-benar jatuh cinta sekarang” sahutku untuk kemudian memeluknya lagi erat-erat.

Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar