Karya: Bediar
Lezat
itu relatif, banyak yang berpendapat lezat itu berasal dari aromanya, meski
rasanya tak begitu meyakinkan, begitupun sebaliknya, tak sedikit pula yang
menyukai rasanya tapi enggan dengan aromanya. Ah sungguh, aroma dan rasa itu
bagaikan aku dan kamu yang terkadang menjadi kontroversi namun sebenarnya
adalah dua sisi penyempurna dari hal itu sendiri.
***
Titik
yang pernah kulalui hingga bergaris-garis tak membuatmu luluh untuk mendekapku,
alur yang begitu liku hingga membuatku terperosok juga tak mampu menggoyahkanmu
untuk memperhatikanku, bahkan disaat kau melihatku merangkak mengais asa
ditelaga yang begitu hampapun tak membuatmu sudi membantuku. Kalau begitu
adanya, biarlah kucari saja yang lain.
Jalan
Anggrek 5 blok A kota Tumijajar di persimpangan gank samping pos ronda adalah
tempat favoritku bersama rekan sebayaku, tempat tongkrongan yang pas untuk
menghabiskan waktu bagi pemuda seperti kami yang sudah cukup lama menjomblo.
Hitung-hitung cuci mata, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, yang ini
beres, yang itu juga oke.
Seindah
harmonika, kulantunkan kisahku dalam imajinasimu. Kurangkai nada binar dari
tatapanmu. Kuukir senyum disetiap sendumu. Kudekap kelam dalam bahagiamu.
Seindah
harmonika, bernyanyi meski tak bernada, bernada namun tak bersua, bersua tapi
tak bernyali. Oh cinta, begitu jauh kau meracuniku, namun tak memberiku obat
untuk menawarmu.
***
“Bang,
bang, baaaaaaaang” jeritan itu membuyarkan lamunanku.
“ada
apa neng? Nggak usah pake triak neng!” sahutku.
“gimana
nggak triak, dari tadi dipanggilin kagak denger-denger, dorayaki satu, rasa
cokelat, buruan nggak pake lama” tuturnya.
Aku
hanya bisa menghela nafas sembari menyunggingkan senyuman kecut kearahnya.
***
Hari
ini berlalu tanpa ada sesuatu yang berarti, begitupun dengan rekanku, Eman si
penjual susu jahe, Ia pun tak menemukan apa yang selama ini Ia inginkan, sama
sepertiku. Aku hanya ingin merasakan manisnya sebuah hubungan, hubungan yang
mampu mengajarkanku arti sebuah kesetiaan. Namun nyatanya, aku selalu merasakan
pahitnya sebuah hubungan, hubungan yang mengajarkanku untuk ingkar. Jujur, aku
malu dengan keadaanku, aku sudah berusaha menerima, namun nyatanya aku tak
bisa, karena itu aku membutuhkan sentuhan wanita yang mampu mengokohkan
kepercayaan diriku. Aku berharap kisahku sama manisnya dengan kue buatanku,
dorayaki.
***
Malam
semakin menjemput, rembulan semakin benderang, sunyi semakin merasuk, aku dan Eman
bergegas untuk pulang, membawa hasil yang tak seberapa, namun tetap kami
syukuri.
Suara
air yang bertitik menghujam bumi sedari tadi, menemaniku dalam keheningan
sekaligus kerinduan hatiku pada seseorang yang sepatutnya aku tinggalkan, namun
justru tetap aku rasakan. Nadia, gadis manis yang pernah singgah cukup lama di
hatiku.
Kerinduan
itu mengajakku jauh mengingat masa laluku, memproyeksikan segala apa yang
pernah kami titi berdua dalam mahligai hubungan yang hampir menepi di dermaga
pernikahan. Namun karena kata-katanya dua bulan lalu, membuatku berkecil nyali
untuk meminangnya.
“Ryan,
kalau dari awal aku tahu kamu penjual dorayaki, aku nggak mungkin mau sama kamu”
Kata-kata
itu meluluhlantahkan hatiku, menghancurkan harapan yang telah membahana di
relung ini. Aku hanya butuh ketulusanmu, bukan cacianmu.
***
Pagi
ini mendung menghias langit, semilir menyentuh ari, embun mendekap dedaunan,
menemaniku mengais rupiah ditempat togkrongan biasanya. Aku masih dengan rasa
kantuk akibat semalaman tidak bisa tidur memikirkan wanita yang sangat kucintai
namun kini sangat kubenci.
Kupaksakan mata
ini terbuka untuk mengais rupiah. Satu jam berlalu cukup untukku mendapatkan
sedikit rupiah, pasalnya pagi itu suasananya mendung, jadi banyak orang yang
mencari makanan dan minuman hangat untuk menemani pagi mereka.
Benar-benar
pagi yang indah untukku, seorang wanita datang menghampiriku, dengan mobil
mewahnya ia sunggingkan senyuman kearahku.
“oh,
inikah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?”
Sungguh cantik
gadis itu, membuat mataku tak berkedip. Sentuhan lembut tangannya saat
memberiku beberapa lembar uang lima ribuan membuatku serasa melayang-layang tak
beraturan, menyunggingkan senyuman yang begitu lama hingga sesaat setelah dia
pergi meninggalkanku, barulah senyuman itu buyar akibat ulah si Eman yang menepuk
pundakku keras-keras.
***
Benar-benar
jodoh, hari ini aku bertemu dengan wanita itu lagi, wanita yang kemarin menyentuh
lembut jemariku. Tak akan kusia-siakan kesempatan emas ini, kutanya namanya,
lalu tempat tinggalnya, tak lupa nomor telephonenya,
Ah semua tentangnya, dia hanya tersenyum menatapku, sepertinya dia juga menaruh
rasa yang sama sepertiku. Wanita cantik, kaya, tulus, lemah lembut, benar-benar
wanita idamanku. Mungkin inilah saatnya aku melupakan Nadia, wanita yang telah
mengubah manisnya sebuah hubungan menjadi pahit yang begitu lekat dalam rasa.
Hari-hariku
berubah seketika, indah setiap kali kupandang hamparan ini, manis setiap
kulirik senyum sang mentari, cinta kini memberiku jawaban atas kepahitan yang
selama ini mengejekku. Ketulusan wanita itu, namanya Dila, memberiku nutrisi
untuk mengokohkan kepercayaan diriku.
Tiga bulan aku
mengenalnya, kini kami benar-benar dekat, sudah saatnya aku mengungkapkan isi
hatiku, mengetahui kehidupannya yang sesungguhnya, merasuk menjelma pangeran
dihatinya, meminangnya dalam rasa yang aku yakin begitu kokoh mencintainya,
cinta yang begitu tulus aku tangkap dari tatapannya.
“Dil,
aku sekarang kok jadi nggak suka dorayaki ya? Padahal dorayaki is my life” tanyaku basa-basi.
“kok
bisa si yan, padahal kan manis banget tu dorayaki buatanmu” jawabnya serius.
“bagiku,
semanis-manisnya dorayaki buatanku, masih manisan kamu, dan sekarang bukan lagi
dorayaki is my life, tapi you are my life”
Senyuman merona
menghiasi rautnya.
“ah,
gombal kamu yan” tuturnya dengan senyuman yang begitu indah.
Kutatap lekat
raut wajahnya, kupegang erat jemarinya.
“Dil,
kamu benar-benar tulus suka sama aku?” tanyaku.
“kamu
ngomong apaan si yan, yai iyalah aku tulus, aku suka sama kamu apa adanya”
jawabnya.
“Dil, mau nggak jadi pendamping hidupku”
begitu lancar aku berucap.
“Emmmmm,..”
lalu dia mengaggukkan kepalanya. Seketika aku memeluk erat tubuhnya, merasakan
cinta yang sesungguhnya.
“O.iya,
kamu nggak bawa mobil hari ini?” tanyaku.
“mobil?
Aku nggak punya mobil” jawabnya.
Aku terkejut
sembari melepas pelukannya.
“maksudmu?
Tapi, kemarin-kemarin aku selalu melihatmu turun dari mobil mewah” tanyaku
penasaran.
“O.iya,
aku belum cerita sama kamu,.. em,, itu adalah pekerjaanku” ucapnya.
“maksudmu?
Kamu joki?” tanyaku tersentak.
Lalu dia
menganggukkan kepalanya. Untuk beberapa detik kemudian aku menghela nafas.
“Ah
sudahlah, meski kamu joki, aku tetap cinta, karena aku benar-benar jatuh cinta
sekarang” sahutku untuk kemudian memeluknya lagi erat-erat.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar