Karya: Bediar
Ketika senja tak kunjung datang menyambut petang dan
ketika fajar urung menjelang menggantikan malam, tinggallah gulita tatkala
gemintang bukan lagi primadona disana, ibarat katastrofe yang menghujaniku
tanpa memberiku waktu untuk berusaha melawannya.
Aku berdiri tepat diujung tombak keberhasilanku, menatap
pasti sang mentari dan mengajaknya berkelana bersamaku, namun siapa yang tahu
jika sang tombak akan menusukku hingga membuatku terjatuh, bahkan hingga aku begitu
sulit untuk berdiri.
Aku hanya bermandi ilusi dalam sketsa yang kubuat sendiri,
merangkak dalam titian yang tak bertepi, merasakan mimpi yang dihujam aral
bertubi-tubi. Namun aku bersyukur, Allah masih mempercayakan iman itu padaku,
menganugerahkan pelajaran yang aku yakin mampu membuatku lebih tegar hingga
membawaku menari bersama mimpi yang selama ini menemaniku.
Allah is the best director, IA berikan peran pada setiap hamba-Nya, IA bentangkan
alur yang berbeda-beda, yang susah jadi mudah, yang berat jadi ringan dan yang
tidak mungkin menjadi mungkin. Aku percaya setiap orang punya potensi, setiap
orang pantas untuk bermimpi dan setiap orang mampu mewujudkannya, tinggallah bagaimana
cara Allah mengeksekusinya, akankah musibah sebelum hikmah atau mungkin
sebaliknya.
***
Kegagalan itu dekat denganku, menghampiriku tatkala aku
menjadi prioritas disana. Namaku Reza Rafa Saputra, keseharianku sebagai
penjual donat dan majalah islami di sekolah. Malu, mungkin itu yang selalu membayangiku,
namun aku tidak peduli dan aku tetap melakukan rutinitasku itu, akan kubuktikan
bahwa aku adalah pemuda yang tangguh yang bukan hanya sekedar penjual donat dan
majalah, aku begini untuk membantu pembayaran uang SPP sekolahku, tidak mungkin
aku bebankan pada orang tuaku yang hanya seorang buruh tani. Berbagai kegiatan
aku ikuti, aktif disetiap organisasi yang kugeluti hingga aku berhasil menjadi ketua
ekstrakulikuler Karya Ilmiah Remaja di sekolah, mimpi yang begitu lama
menaungiku.
“tukang donat aja belagu!”
“sok mau daftar jadi ketua
ekskul lagi!”
Aku tidak akan puas sampai disitu, akan kutunjukkan bahwa penjual sepertiku
mampu memimpin organisasi ini. Akan kubuat orang-orang yang menghinaku malu
akan ucapannya.
Mimpi tak pernah berhenti mengitariku, ambisi begitu sabar menemaniku
hingga waktu menggoyahkan kekokohan asaku. Tanggungjawab yang kuemban saat ini
mengharuskanku untuk menjadi pribadi yang baik, contoh untuk semua orang yang
mempercayakan amanah ini padaku.
***
Aku mengikuti lomba karya tulis ilmiah biologi di awal
masa jabatanku, itulah saatnya aku mengukir kebanggaan untuk orang-orang
disekitarku, hal itu membuat kepercayaan diriku semakin besar, ambisiku
meluap-luap, kupersiapkan semuanya mulai dari konsep, membuat judul yang
menarik, observasi dan wawancara ke nara sumber, slide presentasi hingga
konsultasi ke guru pembimbing, setelah semua ready aku segera mengirim naskah karya tulisku itu ke panitia lomba
untuk kemudian menunggu pengumuman apakah naskahku lolos sepuluh besar atau
tidak, jika iya maka aku harus melakukan presentasi disana. Do’a tak pernah
jauh dari setiap ucapanku, mengalun menemani harapanku.
Disela-sela kekosongan waktuku menunggu pengumuman itu, aku mengikuti
perlombaan yang lainnya, yaitu lomba cerdas cermat UUD. Lomba ini juga masuk
dalam daftar impianku yang kutulis dan kutempel di dinding kamarku, aku harus
mewujudkannya. Hari demi hari kuhabiskan untuk membaca dan memahami isi UUD,
setiap berangkat sekolah aku mengikuti karantina di ruang yang telah
disediakan, berbaur bersama kesembilan temanku yang lainnya, setiap hari hingga
tiba saatnya waktu perlombaan.
“Za, gimana lomba karya
tulisnya?” tanya sahabatku Adit.
“besok pengumumannya,
do’ain ya Dit?” jawabku.
“pasti! Aamiin!” sahutnya.
Peserta selanjutnya, Regu A
dari SMA Tumijajar melawan ………
“wah,
giliran kita fighting!” ucapku.
Kami segera bangkit dan kemudian saling bergandengan untuk berdo’a. babak
pertama berjalan lancar, regu kami masih memimpin, namun di babak penentuan
kami kalah lima puluh poin dari lawan kami, dan itu tandanya sekolah kami gagal
menuju putaran selanjutnya di Provinsi. Air mata mengalir seketika, suasana
menjadi lengang karena sebelumnya memang sekolah kamilah yang diunggulkan.
“sekolah unggulan kok kalah, malu-maluin!” ucap salah
seorang peserta dari tim yang menang.
Aku hanya terdiam menyaksikan teman seperjuanganku berderai air mata, namun
sesekali butiran itu juga tak mampu kucegah hingga jatuh membasahi pipiku.
Hari ini kegagalan menghampiriku, aku yakin ada pelangi setelah hujan, dan
esok waktuku untuk melihat pelangi itu.
***
Pengumuman sepuluh besar lomba karya tulis yang aku ikuti
tak juga diumumkan, dari pagi kutatap lekat blog sebuah Universitas yang
mengadakan lomba tersebut. Hingga tepat pukul 13.00 WIB pengumuman itu di posting, jantungku berdegup kencang,
keringat membanjiri ragaku hingga membuat seragamku basah. Dengan perlahan
kutelusuri blog itu hingga mataku tertuju pada postingan terakhir disana. Rona
semakin jelas dirautku, kerutan dikening menggambarkan suasanaku saat itu,
hatiku menjerit tatkala namaku tak terpampang disana, aku gagal masuk sepuluh
besar Provinsi, pucat menggantikan ronaku, kecewa membuntutiku hingga air mata
begitu deras mengalir dirautku, aku sudah berusaha menahan air mata itu, namun
tak bisa. Aku kecewa dan aku marah.
“Arghhh!” ucapku sembari
mengepalkan tangan.
Hari-hariku setelah itu penuh dengan cacian, aku di cap sebagai pemuda yang
sok, belagu dan miskin prestasi. Aku diam, itu cambuk buatku, banyak pelajaran
yang kudapatkan karena itu, kata putus tak akan kubiarkan bertenggar menemani
asaku. Perlahan aku bangkit, menata keping asa yang sedikit berserakan, berusaha
menjadi pribadi yang lebih tangguh dari sebelumnya. Kutata lagi kehidupanku,
memetik hikmah dari setiap kegagalanku dan menjadikannya jembatan untuk meraih
kesuksesan itu, aku yakin Allah pasti menolongku.
***
Di penghujung masa jabatanku, aku kembali mengikuti lomba karya tulis
ilmiah biologi, kali ini lebih berhati-hati dan lebih mantap dari tahun lalu,
kubuat judul semenarik mungkin hingga pilihanku jatuh pada judul Tempe Biji
Karet, itulah awal ketenaran tempe biji karet diwilayahku. Aku berjuang tak
kenal lelah, aku berusaha semaksimal mungkin hingga aku berhasil meraih juara
satu lomba tersebut, air mata kebahagiaan kini menghiasi rautku, aku berhasil
melihat pelangi itu setelah berkali-kali dihujani air mata kegagalanku sendiri.
Tak lama setelah itu, pengumuman juara umum nilai Rapor semester pertamapun
membuatku terharu, aku berhasil masuk kedalam tiga besar juara umum disekolah.
Hari itu adalah puncak dari kesuksesanku di sekolah karena setelah itu aku
harus fokus Ujian Nasional dan berlalu menuju jenjang perkuliahan.
Pembuktianku bahwa aku bukanlah sekedar penjual donat dan majalah yang sok,
belagu dan miskin prestasi akhirnya terwujud,
aku meraih kesuksesanku setelah kegagalan bertubi-tubi menghujamku. Aku
pulang dengan dua piala hasil jeri payahku, kupersembahkan untuk kedua orang
tuaku yang tak pernah henti menghaturkan do’a untuk putranya ini, kucium tangan
dan pipi kedua orang tuaku hingga air mata menemani kebersamaan kami saat itu.
Jangan pernah takut menghadapi kegagalan, kita adalah pemuda yang tangguh
tatkala kita mampu menecegah kata putus bertengger menemani asa kita. If we sure, of course we can. Because Allah
always help us. Katakan sekarang juga, Pemuda TANGGUH? That’s ME!
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar