Selasa, 02 April 2013

Pemuda Tangguh? That’s Me!


Karya: Bediar

Ketika senja tak kunjung datang menyambut petang dan ketika fajar urung menjelang menggantikan malam, tinggallah gulita tatkala gemintang bukan lagi primadona disana, ibarat katastrofe yang menghujaniku tanpa memberiku waktu untuk berusaha melawannya.
Aku berdiri tepat diujung tombak keberhasilanku, menatap pasti sang mentari dan mengajaknya berkelana bersamaku, namun siapa yang tahu jika sang tombak akan menusukku hingga membuatku terjatuh, bahkan hingga aku begitu sulit untuk berdiri.
Aku hanya bermandi ilusi dalam sketsa yang kubuat sendiri, merangkak dalam titian yang tak bertepi, merasakan mimpi yang dihujam aral bertubi-tubi. Namun aku bersyukur, Allah masih mempercayakan iman itu padaku, menganugerahkan pelajaran yang aku yakin mampu membuatku lebih tegar hingga membawaku menari bersama mimpi yang selama ini menemaniku.

Allah is the best director, IA berikan peran pada setiap hamba-Nya, IA bentangkan alur yang berbeda-beda, yang susah jadi mudah, yang berat jadi ringan dan yang tidak mungkin menjadi mungkin. Aku percaya setiap orang punya potensi, setiap orang pantas untuk bermimpi dan setiap orang mampu mewujudkannya, tinggallah bagaimana cara Allah mengeksekusinya, akankah musibah sebelum hikmah atau mungkin sebaliknya.

***
Kegagalan itu dekat denganku, menghampiriku tatkala aku menjadi prioritas disana. Namaku Reza Rafa Saputra, keseharianku sebagai penjual donat dan majalah islami di sekolah. Malu, mungkin itu yang selalu membayangiku, namun aku tidak peduli dan aku tetap melakukan rutinitasku itu, akan kubuktikan bahwa aku adalah pemuda yang tangguh yang bukan hanya sekedar penjual donat dan majalah, aku begini untuk membantu pembayaran uang SPP sekolahku, tidak mungkin aku bebankan pada orang tuaku yang hanya seorang buruh tani. Berbagai kegiatan aku ikuti, aktif disetiap organisasi yang kugeluti hingga aku berhasil menjadi ketua ekstrakulikuler Karya Ilmiah Remaja di sekolah, mimpi yang begitu lama menaungiku.
            “tukang donat aja belagu!”
            “sok mau daftar jadi ketua ekskul lagi!”

Aku tidak akan puas sampai disitu, akan kutunjukkan bahwa penjual sepertiku mampu memimpin organisasi ini. Akan kubuat orang-orang yang menghinaku malu akan ucapannya.
Mimpi tak pernah berhenti mengitariku, ambisi begitu sabar menemaniku hingga waktu menggoyahkan kekokohan asaku. Tanggungjawab yang kuemban saat ini mengharuskanku untuk menjadi pribadi yang baik, contoh untuk semua orang yang mempercayakan amanah ini padaku.
***
Aku mengikuti lomba karya tulis ilmiah biologi di awal masa jabatanku, itulah saatnya aku mengukir kebanggaan untuk orang-orang disekitarku, hal itu membuat kepercayaan diriku semakin besar, ambisiku meluap-luap, kupersiapkan semuanya mulai dari konsep, membuat judul yang menarik, observasi dan wawancara ke nara sumber, slide presentasi hingga konsultasi ke guru pembimbing, setelah semua ready aku segera mengirim naskah karya tulisku itu ke panitia lomba untuk kemudian menunggu pengumuman apakah naskahku lolos sepuluh besar atau tidak, jika iya maka aku harus melakukan presentasi disana. Do’a tak pernah jauh dari setiap ucapanku, mengalun menemani harapanku.

Disela-sela kekosongan waktuku menunggu pengumuman itu, aku mengikuti perlombaan yang lainnya, yaitu lomba cerdas cermat UUD. Lomba ini juga masuk dalam daftar impianku yang kutulis dan kutempel di dinding kamarku, aku harus mewujudkannya. Hari demi hari kuhabiskan untuk membaca dan memahami isi UUD, setiap berangkat sekolah aku mengikuti karantina di ruang yang telah disediakan, berbaur bersama kesembilan temanku yang lainnya, setiap hari hingga tiba saatnya waktu perlombaan.
            “Za, gimana lomba karya tulisnya?” tanya sahabatku Adit.
            “besok pengumumannya, do’ain ya Dit?” jawabku.
            “pasti! Aamiin!” sahutnya.

Peserta selanjutnya, Regu A dari SMA Tumijajar melawan ………
            “wah, giliran kita fighting!” ucapku.

Kami segera bangkit dan kemudian saling bergandengan untuk berdo’a. babak pertama berjalan lancar, regu kami masih memimpin, namun di babak penentuan kami kalah lima puluh poin dari lawan kami, dan itu tandanya sekolah kami gagal menuju putaran selanjutnya di Provinsi. Air mata mengalir seketika, suasana menjadi lengang karena sebelumnya memang sekolah kamilah yang diunggulkan.
           
“sekolah unggulan kok kalah, malu-maluin!” ucap salah seorang peserta dari tim yang menang.

Aku hanya terdiam menyaksikan teman seperjuanganku berderai air mata, namun sesekali butiran itu juga tak mampu kucegah hingga jatuh membasahi pipiku.
Hari ini kegagalan menghampiriku, aku yakin ada pelangi setelah hujan, dan esok waktuku untuk melihat pelangi itu.
***
Pengumuman sepuluh besar lomba karya tulis yang aku ikuti tak juga diumumkan, dari pagi kutatap lekat blog sebuah Universitas yang mengadakan lomba tersebut. Hingga tepat pukul 13.00 WIB pengumuman itu di posting, jantungku berdegup kencang, keringat membanjiri ragaku hingga membuat seragamku basah. Dengan perlahan kutelusuri blog itu hingga mataku tertuju pada postingan terakhir disana. Rona semakin jelas dirautku, kerutan dikening menggambarkan suasanaku saat itu, hatiku menjerit tatkala namaku tak terpampang disana, aku gagal masuk sepuluh besar Provinsi, pucat menggantikan ronaku, kecewa membuntutiku hingga air mata begitu deras mengalir dirautku, aku sudah berusaha menahan air mata itu, namun tak bisa. Aku kecewa dan aku marah.

            “Arghhh!” ucapku sembari mengepalkan tangan.

Hari-hariku setelah itu penuh dengan cacian, aku di cap sebagai pemuda yang sok, belagu dan miskin prestasi. Aku diam, itu cambuk buatku, banyak pelajaran yang kudapatkan karena itu, kata putus tak akan kubiarkan bertenggar menemani asaku. Perlahan aku bangkit, menata keping asa yang sedikit berserakan, berusaha menjadi pribadi yang lebih tangguh dari sebelumnya. Kutata lagi kehidupanku, memetik hikmah dari setiap kegagalanku dan menjadikannya jembatan untuk meraih kesuksesan itu, aku yakin Allah pasti menolongku.
***
Di penghujung masa jabatanku, aku kembali mengikuti lomba karya tulis ilmiah biologi, kali ini lebih berhati-hati dan lebih mantap dari tahun lalu, kubuat judul semenarik mungkin hingga pilihanku jatuh pada judul Tempe Biji Karet, itulah awal ketenaran tempe biji karet diwilayahku. Aku berjuang tak kenal lelah, aku berusaha semaksimal mungkin hingga aku berhasil meraih juara satu lomba tersebut, air mata kebahagiaan kini menghiasi rautku, aku berhasil melihat pelangi itu setelah berkali-kali dihujani air mata kegagalanku sendiri. Tak lama setelah itu, pengumuman juara umum nilai Rapor semester pertamapun membuatku terharu, aku berhasil masuk kedalam tiga besar juara umum disekolah. Hari itu adalah puncak dari kesuksesanku di sekolah karena setelah itu aku harus fokus Ujian Nasional dan berlalu menuju jenjang perkuliahan.

Pembuktianku bahwa aku bukanlah sekedar penjual donat dan majalah yang sok, belagu dan miskin prestasi akhirnya terwujud,  aku meraih kesuksesanku setelah kegagalan bertubi-tubi menghujamku. Aku pulang dengan dua piala hasil jeri payahku, kupersembahkan untuk kedua orang tuaku yang tak pernah henti menghaturkan do’a untuk putranya ini, kucium tangan dan pipi kedua orang tuaku hingga air mata menemani kebersamaan kami saat itu.

Jangan pernah takut menghadapi kegagalan, kita adalah pemuda yang tangguh tatkala kita mampu menecegah kata putus bertengger menemani asa kita. If we sure, of course we can. Because Allah always help us. Katakan sekarang juga, Pemuda TANGGUH? That’s ME!

Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar